Buletin Ar-Rohmah edisi 08 Desember 2006

Poligami Sudah Ada Jauh Sebelum Islam


Poligami itu bukan semata-mata produk syariat Islam. Jauh sebelum Islam lahir di tahun 610 masehi, peradaban manusia di penjuru dunia sudah mengenal poligami. Dr. Yusuf Al-Qaradawi menuliskan bahwa di masa lalu, peradaban manusia sudah mengenal poligami dalam bentuk yang sangat mengerikan, karena seorang laki-laki bisa saja memiliki bukan hanya 4 istri, tapi lebih dari itu. Ada yang sampai 10 bahkan ratusan istri. Bahkan dalam kitab orang Yahudi Perjanjian Lama, Daud disebutkan memiliki 300 orang istri, baik yang menjadi istri resminya maupun selirnya.


Para ahli sejarah mendapatkan bahwa hanya peradaban yang tidak terlalu maju saja dan tidak berusia panjang yang tidak mengenal poligami. Bahkan agama Nasrani sekalipun mengenal dan mengajarkan poligami. Berbeda dengan apa yang sering mereka ungkapkan hari ini, namun Nabi Isa dan para pengikutnya mengajarkan dan mengakui poligami. Masih menurut ahli sejarah, karena saat itu penyebaran Nasrani terjadi di Romawi dan Yunani, sementara kedua peradaban ini memang tidak mengenal poligami, jadilah akhirnya seolah-olah agama Nasrani itu melarang poligami. Sesuatu yang sebenarnya bertentangan dengan sumber asli ajaran mereka sendiri.


Ustaz As-Sayyid Sabiq menyebutkan bahwa peradaban maju seperti Ibrani -yang melahirkan bangsa Yahudi- mengenal poligami. Begitu juga dengan peradaban Shaqalibah yang melahirkan bangsa Rusia, Lituania, Ustunia, Chekoslowakia dan Yugoslavia, semuanya sangat mengenal poligami. Begitu juga dengan Bangsa Jerman, Swis, Saksonia, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia dan Inggris.


Jadi pendapat bahwa poligami itu hanya produk hukum Islam adalah tidak benar. Begitu juga dengan bangsa Arab sebelum Islam, mereka pun mengenal poligami. Dalam salah satu hadits disebutkan bahwa ada seorang masuk Islam dan masih memiliki 10 orang istri. Lalu oleh Rasulullah SAW diminta untuk memilih empat saja dan selebihnya diceraikan. Beliau bersabda, "Pilihlah 4 orang dari mereka dan ceraikan sisanya". Masih menurut beliau, poligami itu bukan hanya milik peradaban masa lalu dunia, tetapi hari ini masih tetap diakui oleh negeri dengan sistem hukum yang bukan Islam seperti Afrika,
India, China dan Jepang.


Barat Pendukung Poligami yang Tidak Manusiawi


Dan kini karena masyarakat Barat banyak menganut agama Nasrani, ditambah lagi latar belakang budaya mereka yang berangkat dari Romawi dan Yunani kuno, maka mereka pun ikut-ikutan mengharamkan poligami. Namun anehnya, sistem hukum dan moral mereka malah membolehkan perzinahan, homoseksual, lesbianisme dan gonta ganti pasangan suami istri. Padahal semua pasti tahu bahwa poligami jauh lebih beradab dari semua itu.


Sayangnya, ketika ada orang berpoligami dan mengumumkan kepoligamiannya, semua ikut merasa 'jijik', sementara ketika hampir semua lapisan masyarakat menghidup-hidupkan perzinahan, pelacuran, perselingkuhan, homosek dan lesbianisme, tak ada satu pun yang berkomentar jelek. Semua seakan kompak dan sepakat bahwa perilaku bejat itu adalah 'wajar' terjadi sebagai bagian dari dinamika kehidupan modern.


Dr. Yusuf Al-Qaradawi mengatakan bahwa pada hakikatnya apa yang dilakukan oleh Barat pada hari ini dengan segala bentuk perzinahan yang mereka lakukan tidak lain adalah salah satu bentuk poligami juga meski tidak dalam bentuk formal. Dan kenyataaannya mereka memang terbiasa melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan siapapun yang mereka inginkan. Di tempat kerja, hubungan seksual di luar nikah menjadi sesuatu yang lazim dilakukan mereka baik sesama teman kerja, antara atasan dan bawahan atau pun klien mereka. Di tempat umum mereka terbiasa melakukan hubungan seksual di luar nikah baik dengan wanita penghibur, pelayan restoran, artis dan selebritis. Di sekolah pun mereka menganggap wajar bila terjadi hubungan seksual baik sesama pelajar, antara pelajar dengan guru atau dosen, antar karyawan dan seterusnya. Bahkan di dalam rumah tangga pun mereka menganggap boleh dilakukan dengan tetangga, pembantu rumah tangga, sesama anggota keluarga atau dengan tamu yang menginap. Semua itu bukan mengada-ada karena secara jujur dan polos mereka akui sendiri dan tercermin dalam film-film hollywood di mana hampir selalu dalam setiap kesempatan mereka melakukan hubungan seksual dengan siapa pun.


Jadi peradaban barat membolehkan poligami dengan siapa saja tanpa batas, bisa dengan puluhan bahkan ratusan orang yang berlainan. Dan sangat besar kemungkinannya mereka pun telah lupa dengan siapa saja pernah melakukannya karena saking banyaknya. Dan semua itu terjadi begitu saja tanpa pertanggung-jawaban, tanpa ikatan, tanpa konsekuensi dan tanpa pengakuan. Apabila terjadi kehamilan, sama sekali tidak ada konsekuensi hukum untuk mewajibkan bertanggung-jawab atas perbuatan itu. Poligami tidak formal alias seks di luar nikah itu alih-alih dilarang, malah sebaliknya dilindungi dan dihormati sebagai hak asasi. Lucunya, banyak negara yang mengharamkan poligami


Berlebihan Dalam Memahami Masalah Poligami Dalam Islam


Ada orang yang terlalu berlebihan dalam memahami kebolehan poligami dalam Islam. Dan sebaliknya, ada kalangan yang berusaha mengahalang-halangi terjadinya poligami dalam Islam, meski tidak sampai menolak syariatnya.


a. Pihak yang berlebihan


Menurut kalangan ini, poligami adalah perkara yang sangat utama untuk dikerjakan bahkan merupakan sunnah muakkadah dan pola hidup Rasulullah SAW. Ke mana-mana mereka selalu mendengungkan poligami hingga seolah hampir mendekati wajib.


Pemahaman keliru seperti itu sering menggunakan ayat poligami yang memang bunyinya seolah seperti mendahulukan poligami dan bila tidak mampu, barulah beristri satu saja. Istilahnya, poligami dulu, kalau tidak mampu, baru satu saja.


"Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." (QS
An-Nisa: 3)


Padahal makna ayat itu sama sekali tidak demikian. Karena meski sepintas ayat itu kelihatan mendahulukan poligami lebih dahulu, tapi dalam kenyataan hukum hasil dari istinbath para ulama dengan membandingkannya dengan dalil-dalil lainnya menunjukan bahwa poligami merupakan jalan keluar atau rukhshah (bentuk keringanan) atas sebuah kebutuhan. Bukan menempati posisi utama dalam masalah pernikahan. Alasan agar tidak jatuh ke dalam zina adalah alasan yang ma'qul dan sangat bisa diterima. Karena Allah SWT memang memerintahkan agar seorang mukmin menjaga kemaluannya.


"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya". (QS Al-Mukminun: 5)


Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS An-Nur: 30)


"Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya". (QS Al-Ma'arij: 29)


Bila satu istri saja masih belum bisa menahan gejolak syahwatnya, sementara secara nafkah dia mampu berbuat adil, bolehlah seseorang untuk menikah lagi dengan niat menjaga agamanya. Bukan sekedar memuaskan nafsu syahwat saja.


Bentuk kekeliruan yang lain adalah rasa terlalu optimis atas kemampuan menanggung beban nafkah. Padahal Islam tetap menutut kita berlaku logis dan penuh perhitungan. Memang rezeki itu Allah SWT yang memberi, tapi rezeki itu tidak datang begitu saja.


Bahkan untuk orang yang baru pertama kali menikah pun, Rasulullah SAW mensyaratkan harus punya kemampuan finansial. Dan bila belum mampu, maka hendaknya berpuasa saja.


Jangan sampai seseorang yang penghasilannya Senin Kamis, tapi berlagak bak seorang
saudagar kaya yang setiap hari isi pembicaraannya tidak lepas dari urusan ta'addud.
Ini jelas sangat 'njomplang', jauh asap dari api.


b. Pihak yang mencegah poligami


Di sisi lain, ada kalangan yang menentang poligami atau paling tidak kurang bersimpati terhadap poligami. Mereka pun sibuk membolak balik ayat Al-Quran Al-Karim dan Sunnah
Rasulullah SAW untuk mencari dalih yang bisa melarang atau minimal memberatkan jalan menuju poligami. Misalnya dengan mengikat seorang suami untuk janji tidak menikah lagi ketika melangsungkan pernikahan pertamanya. Janji itu diqiyaskan dengan sighat ta'liq yang bila dilanggar maka istrinya diceraikan.


Menanggapi hal ini, para ulama berbeda pendapat tentang syarat tidak boleh melakukan poligami bagi suami yang diajukan oleh isterinya pada saat aqad nikah. Apakah pensyaratan tersebut dibolehkan atau tidak? Sebahagian ulama menyatakan bahwa pensyaratan tersebut diperbolehkan, sedangkan yang lain berpendapat hal tersebut dimakruhkan tetapi tidak haram. Karena dengan adanya pensyaratan tersebut maka suami akan merasa terbelenggu yang pada akhirnya akan menimbulkan hubungan yang kurang harmonis di antara keduanya.


Lantas bagaimana sikap suami, apakah harus memenuhi syarat tersebut atau tidak? Ada dua pendapat ulama. Pendapat pertama menyatakan bahwa hukum memenuhi pensyaratan tersebut hanya sunah saja dan tidak wajib. Oleh karena itu suami bisa saja menikah dengan wanita yang lain. Hal tersebut berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Aisyah RA,


"Barangsiapa yang mensyaratkan suatu syarat yang tidak terdapat dalam kitab Allah, maka ia tidak berhak melakukannya (dan tidak perlu dipenuhi), meskipun ia mensyaratakan seratus persyaratan. Persyaratan Allah-lah yang lebih berhak dan lebih kuat" (HR Bukhori/Fathul Bari 6/115)


Ali bin Abi Tholib pernah berkata, "Syarat Allah sebelum syaratnya (wanita tersebut)". Ibnu Abdil Barr mengomentari bahwa Allah telah membolehkan melarang apa yang engkau kehendaki dengan sejumlah syarat, sedangkan apa yang Allah perbolehkan adalah lebih utama. (At-Tamhid 18/168-169)


Pendapat kedua menyatakan bahwa suami wajib memenuhi persyaratan isterinya tersebut disebabkan pensyaratan tersebut adalah sah secara agama. Oleh karena itu ia tidak boleh melakukan poligami. Hal tersebut berdasarkan hadis:


"Pensyaratan yang paling utama untuk dipenuhi adalah syarat yang menghalakan terjadinya hubungan badan" (HR Muslim 3/573, Tirmidzi No. 1124, Abu Daud 2139, Nasa'i 6/93 dan Ibnu Majah No. 1954)


Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda: "Orang-orang muslim itu berdasarkan syarat-syarat mereka (yang disepakati) kecuali syarat yang menghalalkan yang haram atau syarat yang mengharamkan yang halal" (HR. Muslim 2/1036)


Pendapat kedua ini dipegang oleh sejumlah sahabat dan ulama antara lain Umar bin Al-Khottob, Amr bin Al-Ash, Syuraikh Al-Qodhi, Ishaq, Imam Ahmad, Ibnu Taimiyyah dan lain-lain (Jami' Ahkamun-Nisaa III/361-370)


Ada bentuk lain lagi dalam perkara menghalangi poligami, yaitu mereka mengatakan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah melakukan poligami kecuali hanya kepada janda saja. Tidak pernah kepada wanita yang perawan. Memang ketika menikahi Aisyah ra, status Rasulullah SAW adalah seorang duda yang ditinggal mati istrinya.


Dalam menjawab masalah ini, sebenarnya syarat harus menikahi wanita yang berstatus janda bukanlah syarat untuk poligami. Meski Rasulullah SAW memang lebih banyak menikahi janda ketimbang yang masih gadis. Namun hal itu terpulang kepada pertimbangan teknis di masa itu yang umumnya untuk memuliakan para wanita atau mengambil hati tokoh di belakang wanita itu. Pertimbangan ini tidak menjadi syarat untuk poligami secara baku dalam syariat Islam.


Sebagian kalangan juga ingin menghalangi poligami dengan dasar bahwa syarat berlaku adil dalam Al-Quran Al-Karim adalah sesuatu yang tidak mungkin bisa dilakukan. Dengan demikian, maka poligami dilarang dalam Islam. Padahal, meski ada ayat yang demikian, yang dimaksud dengan keadilan tidak dapat dilakukan adalah keadilan yang bersifat menyeluruh baik materi maupun ruhi. Sementara keadilan yang dituntut dalam sebuah
poligami hanya sebatas keadilan secara sesuatu yang bisa diukur dan lebih bersifat materi.


Sedangkan masalah cinta dalam dada, sangat sulit untuk diidentifikasi. Namun demikian, Rasulullah SAW mengancam orang yang berlaku tidak adil kepada istrinya dengan ancaman.


Wallahu a'lam bishshawab.


Wassalamu 'alaikum Wr. Wb.


Ahmad Sarwat, Lc.


http://www.eramoslem.com/ks/us/49/13666,1,v.html


Bacalah artikel tentang Islam di:
http://www.geocities.com/nizaminz

2 comments:

  1. hmm yg penting amalan bukan tulisan semata sih soalnya aq lihat kebanyakannya akhat2 PKS paling alergi dengan yg namanya alergi.iya sih tetap katakan poligami tu sunnah r boleh dlm Islam tapi ma aq poligami jauuuuh aja dehhhh katanya hehehehe

    ReplyDelete
  2. hmm yg penting amalan bukan tulisan semata sih soalnya aq lihat kebanyakannya akhat2 PKS paling alergi dengan yg namanya poligami (ralat).iya sih tetap katakan poligami tu sunnah r boleh dlm Islam tapi ma aq poligami jauuuuh aja dehhhh katanya hehehehe

    ReplyDelete

Theme images by RBFried. Powered by Blogger.